Wajah Pagi Di Wajahmu Yang Malam Memancar Cahaya Malammu Di Wajah Pagi Poem by Selendang Sulaiman

Wajah Pagi Di Wajahmu Yang Malam Memancar Cahaya Malammu Di Wajah Pagi

Sudah berapa banyak angka dari kalender
Merawat nyeri dari luka paragraf soliloqui
Pada bangunan yang dipurbakan
Setiap jeda waktu terteriak di mulutmu
Serupa dengung tawon dalam hutan
Deru suaramu meruwat perjalanan ngilu

Ngilu: Kau ceritakan lagi pagi ini
Seperti pagi yang lalu tanpa ingata
Mungkin di pagi yang lain, insomniamu
Dan kamu akan datang lagi, ceritakan nyeri
Pada kematian di hamparan panggung teater lengang
Lalu tegang di wajahmu
Lalu tenang seolah-olah
Pada bait-bait puisi
Yang kau sesalkan sebelum tidur
Lalu mimpi buruk melumat sesal
Sembunyikan ketakutan di bibirmu

Bibirmu: Cerita ngilu di sebuah pagi
"pada akhirnya batang tubuh berakal ini
menjadi analog-analog kecil dalam satwa
yang kau juga aku mengembunkannya
pada imajinasi untuk sesuap nasi."

Kau diam sebentar, bercakap kecil
Kulihat ke dalam matamu, ada luka

"Luka itu kawan, yang membuat senyum
di kanvas pagi yang ngilu pada ceritaku
selain luka tak ada lagi untuk sebuah cerita
dan kenangan hanya maut yang tak kukenal."

Kata-katamu menetaskan api pagi ini
Sebagaimana aksara di bibir penyair itu
Telah membakar puisi dan mengabu kini
Terhempas ke ladang-ladang petani
Terhimpit map-map plastik di kantor-kantor
Menempel di wajahmu sendiri
Pagi ini, lembut. Legam.

Kau diam kemudian
Sambil menunjuk jari ke tubuh ayam betina
Yang mencari makan sisa angin dan embun segar semalam
Jika hujan tak membawanya pergi
Dan kau tak mencolongnya untuk sepenggal diksi

"Lihatlah ayam betina itu, tenang dan tentram."

Sebab tak punyai kata-kata untuk luka
Maka waktu mengisi nyeri
pada jeritan sebelum subuh
Dan segala seperti mula asal
Bangkit lagi, kematian tak berupa
Bahkan catatan dikosongkan
Untuk nama-nama luka
Sesiang nanti, hari tak berharapan
Hari tanpa pangkuan
Selain hanya ceritamu

Yogyakarta,2011-2012

POET'S NOTES ABOUT THE POEM
puisi sederhana buat seorang penyair sederhana, Jufri Zaituna Namanya.. puisi ini ditulis usai dia cerita banyak hal tentang perjalanannya, ketika itu masih pagi, ayam-ayam masih nikmat dengan sisa-sisa makanan di tanah manusia..
COMMENTS OF THE POEM
READ THIS POEM IN OTHER LANGUAGES
Close
Error Success