Tuhan datang malam ini
di gudang gulita yang cuma dihuni cericit tikus
dan celoteh sepi.
Ia datang dengan sebuah headline yang megah:
"Telah kubredel ketakutan dan kegemetaranmu.
Kini bisa kaurayakan kesepian dan kesendirianmu
dengan lebih meriah."
Dengar, Tuhan melangkah lewat dengan sangat gemulai
di atas halaman-halaman hilang, rubrik-rubrik terbengkelai.
Malam menebar debar.
Di sebuah kolom yang rindang, kolom yang teduh,
ia kumpulkan huruf-huruf yang cerai-berai
dan merangkainya jadi sebuah komposisi kedamaian.
Namun masih juga ia cabar:
"Kenapa ya aku masih kesepian. Seakan tak bisa tenteram
tanpa suara-suara riuh dan kata-kata gaduh."
"Mungkin karena kau terlampau terikat pada makna
yang berkelebat sesaat," demikian
seperti telah ia temukan jawaban.
Begitulah, ia hikmati malam yang cerau
Dan mencoba menghalau galau dan risau.
Dibetulkannya rambut ranggas yang menjuntai
di atas dahi nan pasai. Dibelainya kumis kusut
dan cambang capai yang menjalar di selingkar sangsai.
Sementara di luar hujan dan angin berkejaran
menggelar konvoi kemurungan.
Lalu diambilnya pena, dicelupkannya pada luka
dan ditulisnya:
Saya ini apalah Tuhan.
Saya ini cuma jejak-jejak kaki musafir
pada serial catatan pinggir;
sisa aroma pada seonggok beha;
dan bau kecut pada sisa cinta.
Saya ini cuma cuwilan cemas kok Tuhan.
Saya ini cuma seratus hektar halaman suratkabar
yang habis terbakar;
sekeping puisi yang terpental
dilabrak batalion iklan.
Dan Tuhan datang malam ini
di gudang gelap, di bawah tanah, yang cuma dihuni
cericit tikus dan celoteh sepi.
Ia datang bersama empat ribu pasukan,
Lengkap dengan borgol dan senapan.
Dengar, mereka menggedor-gedor pintu dan berseru:
"Jangan halangi kami. Jangan lari dan sembunyi.
Kami cuma orang-orang kesepian.
Kami ingin bergabung bersama Anda
di sebuah kolom yang teduh, kolom yang rindang.
Kami akan kumpulkan senjata
dan menyusunnya jadi sebuah komposisi kebimbangan.
Sesudah itu perkenankan kami sita dan kami bawa
semua yang Anda punya, sungguhpun
cuma berkas-berkas tua
dan halaman-halaman kosong semata."
Tuhan, mereka sangat ketakutan.
Antarkan mereka ke sebuah rubrik yang tenang.
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem