Jika dunia adalah surga Eden.
Bunga terindahnya ialah wanita.
Bukan garis-garis kuasa, harta, atau tahta.
Dan cintalah yang ekuivalen
Masa terindah, ketika ia menuju mekar.
Jangan disentuh, jangan disangkar,
Jangan disentuh, jangan disangkar.
Jangan disentuh, jangan disangkar!
Biarkan tumbuh, utuh. Seperti permatabersinar.
Dan tanpa munafik, wanginya teramat menarik.
Tapi bukan berarti untuk memetik.
Dan yang paling manis: nikmat madunya.
Tapi bukan alasan untuk "merusaknya".
Kaulah bunga yang pasti kan ku jaga selalu.
Apapun taruhannya, bahkan jika harus nyawaku.
Auramu menyatu relung jiwaku.
Dengan seribu pikirku.
Dengan seribu nafasku.
Dengan seribu kataku.
Dengan seribu hatiku.
Dengan seribu jantungku.
Dengan seribu darahku.
Dengan seribu tanganku.
Dengan seribu langkahku.
Dan dengan satu cintaku.
Dan, "Cinta yang beretika, " katamu.
Maka, "Cinta yang sopan, " kataku.
Secara arti itu sama kataku katamu.
Semua pasti indah pada waktunya.
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem