Kidung Tani Poem by cigarettoz community

Kidung Tani

Mahkluk kecil telah kembali Ke alamnya
Di mana wadalnya di gambar luka sejarah desa

Pagi yang berkicau nafas
Memburu nafkah wajah-wajah
Baris-baris keyakinan dalam satu derap langkah
Bahwa kita harus bekerja menenteng upah selaksa
Hngga esok kita akan tetap ada terjaga

Matahari terhunus dari sarung langit
Kulit-kulit tamtama mencibir keyakinannya
Namun bibit-bibit tak lagi beranak pinak
Dan kebutuhan tetap memagut keduanya,
memaksa ‘Kita harus tetap menenteng senjata’

mereka, orang- orang yang tak kenal tipu daya
mengawini bumi mensucikan keringat dan air mata
tunduk di bawah bongkahan-bongkahan tanah
tunduk di bawah cucuran air
pasrah pada belas kasihan langit
memungut serpihan nasib yang tak pernah bisa mereka ubah! ! ! !

“Seandainya Tuhan punya jiwa seni adalah perempuan yang menjadi mahakarya terindahnya”

Ibu…….
Berjalan berat memanggul tanggung jawab
Menghitung rejeki dan nasi
Mengibas keringat dan harga diri
Menjalankan tugas suci
Berapa luka yang telah kau lupakan
Berapa kebahagiaan yang engkau tanggalkan
Berapa doa yang telah engkau lontarkan
Berapa air mata yang telah engkau teteskan
Berapa kasih sayang yang kau tanamkan
Ibuku sayang ……….
Aku dengarkan langkah kakimu yang terseok-seok
Bersembunyi di balik cita-cita anakmu ini
Kau, Yang selalu Melakukan tipu daya
terhadap pertanyaan-pertanyaan bodohku tentang uang itu

padahal jelas aku melihat kain kutangmu yang menguning
karena keringat yang belum sempat kau tanggalkan
terpaku, terhuyung-huyung dipinggir penggorengan, ,
memelukmu hingga engkau tertidur pulas
membayar lunas mimpi-mimpimu, ,
syair keindahan negeri 2006

COMMENTS OF THE POEM
READ THIS POEM IN OTHER LANGUAGES
Close
Error Success